She is Wonderwoman: Pelajaran Lain dari Sectio Cesaria Perimortem

Siapakah the real wonderwoman itu?

IBU

Ibu adalah manusia yang luar biasa (dengan seizin Allah).

Pada kehamilan yang normal dan sehat, ibu dengan berat badan ideal mengalami penambahan berat badan sebesar 12,5 kg selama 40 minggu kehamilan. Dari 12,5 kg tersebut, 6 kilo nya berasal dari rahim beserta isinya (cairan ketuban, janin dan plasenta). Kebayang kan seberapa beratnya? Biasanya kalo disuruh bawa laptop yang beratnya sekilo aja udah ngeluh kemana-mana :”D. Itu baru hamil normal, belum lagi kalo ada masalah dalam kehamilan yang seringkali menyebabkan beban psikis juga bagi ibu.

Dulu, sebelum memasuki stase obgin, saya tahu bahwa melahirkan itu sakit. Tentu saja hal ini sudah menjadi pengetahuan umum. Namun, setelah melihatnya langsung, saya baru tersadar, hmm.. subhanallah, sesakit itu ya? : (

Kata ilmu kedokteran, raja diraja dari nyeri adalah nyeri melahirkan. Nyeri melahirkan umumnya memiliki skor paling maksimal jika diukur dengan visual analog scale (VAS). Jangan heran, terkadang ibu-ibu bisa menjadi orang lain yang tidak anda kenal ketika melahirkan *hehe. Tidak hanya nyeri, beberapa ibu mungkin harus mengalami penyulit dalam proses kelahiran. Salah satu penyulit tersebut adalah preeklampsia berat (PEB).

Seorang ibu dengan kehamilan ganda preterm dilarikan ke IGD sebuah rumah sakit di Jakarta. Saat itu ibu dalam kondisi penurunan kesadaran, tekanan darah sangat tinggi, dan sesak napas hebat. Ibu mengalami PEB dengan komplikasi edema paru. Terlihat di monitor, saturasi oksigen hanya 60%. Angka yang sebenarnya sangat mengkhawatirkan dan tidak boleh dibiarkan terlalu lama. Kurangnya suplai oksigen otak membuat ibu tersebut mengalami “confused” atau biasa disebut delirium. Intubasi menjadi sulit dilakukan karena ibu memberontak-berontak. Beberapa lama kemudian, intubasi berhasil. Ibu segera didorong ke kamar operasi untuk dilakukan emergency c-section. Ibu dan janin dalam kondisi gawat.

Qadarullah, sesampai di depan pintu instalasi bedah sentral, denyut nadi ibu tidak teraba. Tubuh ibu semakin membiru dengan gasping napas yang lebih melemah dibandingkan sebelumnya. Tidak ada pilihan lain, dokter residen segera naik ke bed dan melakukan resusitasi. Resusitasi terus berlanjut sembari bed terus didorong memasuki ruang operasi dan tim mempersiapkan alat yang dibutuhkan. Sudah cukup lama dilakukan kompresi dada tetapi tidak ada tanda denyut jantung ibu kembali (return of spontaneous circulation). Menurut perhitungan manusia, seolah sudah tidak ada yang bisa diharapkan dari kondisi tersebut. Perimortem c-section dilakukan. Atau bahkan sudah dapat dibilang postmortem c-section?

Insisi perut dilakukan. Bayi satu berhasil dikeluarkan dari rahim. Tak ada suara tangisan. Pembersihan jalan nafas dari ketuban hijau dan stimulus tetap tidak dapat membuat tangisan bayi itu pecah. Rangsangan dan bantuan napas dengan ventilasi tekanan positif dilakukan. Tak lama kemudian, tangan dan kakinya bergerak, matanya terbuka. Bayipun menangis. Disebelah kiri, saudara kembarnya sedang mendapat perlakuan yang sama tetapi dengan durasi pemberian ventilasi tekanan positif yang lebih lama. Masih tidak ada suara yang terdengar sehingga dokter yang menolong masih melanjutkan pemberian VTP. Segala puji bagi Allah, beberapa saat kemudian tangan dan kakinya bergerak. Namun, bayi ini tidak dapat menangis, masih sulit bernapas dan hanya dapat merintih sehingga support pernapasan tetap harus dilanjutkan.

Bagaimana dengan ibunya? Alhamdulillah, terlihat di monitor, denyut jantung, saturasi oksigennya membaik. Vena besar yang mengalirkan darahnya ke jantung sudah tidak terkompresi dengan rahim yang tadinya membesar. Sirkulasi darah telah membaik. Setidaknya situasi ini memberikan harapan agar ibu masih bisa tertolong. Meskipun demikian, ibu tetap harus membutuhkan pemantauan karena edema paru yang dialaminya masih belum teratasi. Kita juga tidak tau apakah kurangnya suplai oksigen ke otak dalam jangka waktu lama telah memberikan efek yang signifikan baginyaIbu dirawat di ruang intensif. Bayi satu dirawat di ruang transisi sedangkan saudara kembarnya harus dirawat di NICU. Terasa ketegangan yang luar biasa di setiap detik usaha menyelamatkan ketiga nyawa tersebut.

Pengalaman ini menyadarkan saya betapa berat proses kehamilan dan kelahiran. Semuanya membutuhkan perhatian dan pemantauan ketat. Dan sebenarnya hal semacam cerita tadi bisa dicegah. Hamil bukan sekedar hamil, perut membesar, berat badan naik, bayi lahir. Sebelum hamil butuh persiapan makanan yang bergizi, mikronutrien yang cukup, berat badan ideal, kadar Hb yang cukup, screening penyakit tertentu, dan sebagainya. Selama hamil pun harus rajin-rajin melakukan pemantauan kesehatan meliputi keadan janin, pertambahan berat badan, tekanan darah, Hb sebelum melahirkan, nutrisi, dan sebagainya. Inilah pentingnya melakukan kontrol kehamilan rutin.

Dibalik pembelajaran tentang medis yang saya peroleh, terdapat pembelajaran kehidupan yang harus diingat. Pengorbanan ibu untuk anaknya bukan hanya sekedar teori atau nasehat dari mulut ke mulut. Bahkan secara alamiah, tubuh ibu telah diciptakan untuk berkorban bagi janin yang dikandungnya. Pengorbanan tidak akan pernah berhenti, mulai dari memilihkan calon ayah yang baik, menyiapkan kehamilan, hamil, melahirkan, membesarkan, dan mendidik anak-anaknya. Bagi ibu yang baik, rasa lelah dan nyeri secara fisik maupun psikis tidak akan pernah membuatnya berhenti memberikan kasih sayang yang terbaik bagi anaknya. Semestinya setiap anak mengetahui dan menyadari bahwa tidak ada alasan sedikitpun untuk menyakiti hati ibunya.

“Dan kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.”(QS. Luqmaan: 14)

Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia(1).Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: “Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil”. (QS. Al-Israa’: 23-24)

(draf)

Tinggalkan komentar